Selasa, 28 Mei 2019

Kajian Dhuha : Etika Dalam Rumah Tangga

Setelah membahas hukum-hukum dalam pernikahan, kajian Dhuha tadi pagi membahas tentang Etika-etika Berkeluarga.

Etika-Etika Berkeluarga :
1. Tidak membenci pasangannya kecuali dalam hal yang bersifat maksiat. Hadist Nabi : "Tidaklah seorang suami apabila  membenci salah satu tabiat istrinya maka ada sebagian yang disukai."

Cinta (mawaddah) ini akan melahirkan sakinah (ketenangan)

Kalau pasangan melakukan maksiat yang dibenci adalah perbuatan maksiat tersebut bukan diri orangnya.

Pasangan yang mencintai karena ada alasan. Dalam berkeluarga selalu akan kita temui hal-hal yang tidak kita sukai, tapi juga akan menemukan alasan mencintai.

Rasulullah SAW sangat mencintai Khadijah karena 3 alasan :
1. Ia yang pertama percaya dan beriman kepada Rasulullah SAW
2. Ia memberikan hartanya
3. Ia memberikan anak.

Jadi mencintai seseorang itu selalu memiliki alasan. Hidup selalu beralasan. Bila cinta tanpa alasan maka logika bisa bertentangan dengan emosi - kacau.

Dari 3 alasan Rasulullah SAW mencintai Khadijah ini kita bisa melihat konteks mempertahankan cinta :

Pertama, percaya tindakan dan perkataan suami. Kalau sudah tidak percaya rentan bubar.
Saat ini, ketika perkembangan teknologi dan informasi melesat yang tergerus pertama kali adalah kepercayaan.

Pernikahan dalam Islam berdiri di atas kepercayaan. Harus percaya full.

Kedua : Memberikan harta.
Rumusan : Bila ingin mendapat tempat lebih, memberilah lebih.
"Tahaddu tahabbu" saling memberilah, maka akan saling mencintai."

Alangkah baiknya bila wanita memiliki penghasilan. Ini bukan masalah nafkah, tapi agar bisa memberi ke keluarga.
Cinta itu memberi : harta, peluang, perhatian, dukungan, dsb.

Ketiga : Anak bagian dari sumber cinta suami ke istri, tapi ketika istri mandul bukan alasan untuk bercerai.

2. Menghormati pasangan, termasuk dalam hal panggilan. Tidak boleh manggil istri "Mbrot". Tidak membentak,  berwajah masam. Ini seperti yang sudah dibicarakan dalam hukum pernikahan : Berlaku ma'ruf.
Etika ini adalah hal-hal yang tidak bisa diukur.

Kalau bisa menjalankan etika sebesar 50 % saja maka rumah tangga bisa seperti surga.

Hubungan Rumah Tangga adalah hubungan akad (semua kebaikan muncul karena akad) dan hubungan ini bisa berubah. Tidak seperti hubungan anak dan ayah yang tidak bisa berubah, jadi harus dijaga betul. Salah satunya dengan mengalah.

3. Selalu Menggembirakan Pasangan.

Salah satu ciri istri shalihah : Bila kau perintah taat, menampakkan wajah berseri/menyenangkan. Jika kau pergi bisa menjaga diri dan keluarga.

Laki-laki bertahan karena rasa nyaman. Kalau perempuan bertahan bisa jadi karena banyak pertimbangan (nafkah, anak, dsb). Laki-laki nggak, kalau sudah merasa nggak nyaman ya sudah mending udahan.

Harus tahu apa yang membuat pasangan nyaman, terjadi saling menyesuaikan. Agak susah bila tidak sekufu.
Bila sekufu = sama maka tidak perlu saling menyempurnakan.

Perbedaan bisa memicu pelanggaran hukum. Bila melanggar etika yang timbul adalah ketidaknyamanan. Misal suami pinter bangeet, istri lemot, terus suami ngomong "Gitu aja nggak ngerti." Kalau respon istri "Iya, ih, aku kok lemot ya." Nggak terjadi masalah. Masalah terjadi kalau istri ngambek, jadi nggak taat. Ini masuk ke ranah hukum, menjadi dosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar